WaLkin' With You...
 
 
 
Copyright © WaLkin' With You...
Design by Dzignine
Sunday, February 21, 2021

Thirty Days of Lunch Podcast (TDOL) - Life At The Crossroad with Ivandeva

[7 menit baca and trust me, this is good and don't skip this!]

"Bosen dan ngerasa stuck banget nih, rasanya ga berkembang dan gitu-gitu aja!" kurang lebih itu percakapan melalui DM IG dengan salah salah senior kampusku ketika selesai berbasa-basi di sekitar awal-pertengahan 2019. Setelah update masing-masing secara sekilas tentang hidup dan lainnya dengan lumayan panjang, obrolan pun ditutup dengan dia membagikan link podcast (salah satu tools teknologi yang aku tahu tapi belum nyemplung di dalamnya), "Cobain deh dengerin, related seperti yang u lagi alamin!".

Awalnya rada males karena berarti harus install app baru dan regis2 gitu (males spam email yang sebenarnya bisa dimatiin di notifnya juga sih), tapi pas lagi di kantor dan nge-lunch akhirnya meniatkan diri untuk mendengar podcast ini tanpa tahu ini ngebahas apa, siapa, akan ke mana, dll. 5 menit pertama, dengerin suara Mas Ivan dengan tutur kata yang rapi, suara yang calming, dan sopan banget masuk ke telinga langsung membuatku berpikir, "Okay, i think this's gonna be good! i should give it a try!". Akhirnya terjadilah proses inisiatif untuk ngambil pen dan kertas untuk nyatet coretan (yap, sebagus itu isi podcastnya!), trus karena banyak distraksi, akhirnya ga konsen dan mutusin untuk lanjut denger di rumah.

Nyampe di rumah setelah beberes dan calming down, kembali dengerin dan kali ini sambil play-pause-rewind berkali-kali karena bela-belain nyimak-resapin-nyatet biar ga sia-sia dan bermanfaat buat aku. Akhirnya, setelah dengerin barusan untuk ke-4 kalinya, aku yang ga mulai-mulai untuk ngebagiin di blog (padahal uda janji dan sempet DM Ko Ruby juga, bahkan sempet dibales "didoaken"), akhirnya niatin diri juga untuk masukin ini ke blog. Why? Semua yang masuk ke blog ini berarti uda ninggalin impact buatku dan aku ingin kalian yang baca juga bisa ngerasain impactnya! So, here we go! Sit, relax, enjoy, and happy reading!

"Persimpangan itu kesempatan, tergantung cara kita mengelolanya, mau belok? Lurus?" 

"Bingung itu kesempatan untuk ngasi tau ada sesuatu yang belum selesai dengan diri kita sendiri, ada yang belum align/selaras."

 

Bingung, frustrasi, marah, kecewa, kesal adalah cara tidak nyaman dari luar diri kita yang ngasi tau kalo ada yang belum selesai/belum align/belum selaras dengan kita.

GILA! 2 kalimat pembukanya aja uda buat aku mikir, berapa banyak nih dari kita yang ngerasa salah/ga berguna/cengo/harus ngapain lagi yah kalau kita bingung? Sejenis MEH - Helaw - APA SIH - OH REALLY - SO TRUE!? Seolah-olah kita sebagai manusia harus jalan terus, jangan stop, bahkan ga boleh salah/ragu-ragu dengan apa pun yang saat ini sedang kita kerjakan, FEEL RELATE? Yuk lanjut!

Beliau bilang, "Persimpangan itu kesempatan dan pengingat, bahwa kayaknya saya mesti berubah". Ko Rub dan Mas Ario pun dibuat terpukau oleh padanan kalimat yang disampaikan dan bertanya terkait guidance apa yang bisa kita pegang ketika di persimpangan. 

Mas Ivan memberikan gambaran bahwa ketika di persimpangan, biarlah setiap kita makin selaras dengan diri sendiri melalui perjalanan dan proses tiada henti yang kalau disederhanakan terdapat 4 hal, yaitu :

1. Apa - Object of Fascination
Take a look to yourself, apa yang membuat kamu merasa ini tuh kamu banget! Bukan sekedar suka, tapi kamu bersedia untuk memahami apa yang kamu suka itu!

2.Upaya - Energizing Activities
Suatu kegiatan yang kalau kita lakukan, kita bukan bertambah lelah, tapi semakin bersemangat, bukan sekedar suka dilakukan tapi berkenan dan bersedia menjadi mahir, karena untuk menjadi mahir butuh waktu, latihan, pengorbanan, dsb.

Apa dan Upaya adalah fokus ke dalam diri kita sendiri! 

3. Siapa  
Orang-orang yang kita merasa nyaman sama mereka, yang kalo macet berjam-jam betah bersama mereka, komunitas kita, di mana kita berkenan mempersembahkan apa pun buat mereka. 

4. Agenda
Apa yang kita ingin tinggalkan atau apa yang kita ingin orang lain teruskan? Agenda penting yang walaupun kita telah selesai di hidup kita, kita masi butuh orang lain untuk melanjutkan agenda kita karena tidak pernah selesai. Kita ingin dikenang dan bangga menjadi bagian itu. Jika kita wafat, orang yang ketemu kita 3 hari/3 bulan/3 tahun lalu akan mempunyai omongan dan pandangan yang sama tentang kita.

Oke, sampai di sini dulu pemaparannya, seringkali kita dihadapkan pada keputusan apakah harus kerja yang gue mau tapi kurang menghasilkan/yang gue ga mau tapi menghasilkan? Mereka as hosts akhirnya mencoba untuk mencari contoh aplikatif dari kehidupan sehari-hari dengan kisah yang masuk ke email Ko Rub.

Case : Mr X adalah seorang lulusan arsitek yang bekerja di sebuah perusahaan keuangan dengan lingkungan yang toxic, dia ga suka karena rekan kerjanya hobi nge-GIBAH-in orang! Mr X digambarkan sebagai pribadi yang suka bola dan analisis statistik terkait bola, sempat buat start up, namun ga berkembang karena tidak ada yang mendanai. 

Yuk, mari kita bedah kasus Mr X dari 4 aspek yang disampaikan Mas Ivan di atas.
1. Apa -  X suka bola dan statistik

2. Upaya - Sempat menulis tentang analisa statistik bola, sempat juga buat start up tapi ga berkembang karena ga ada yang mendanai. 

3. Siapa - Passion X yang bisa ditranslasi menjadi manfaat, siapa yang bakal mendapatkan manfaat dari hal yang X buat? Bersama siapa mau mengerjakan hal ini? Siapa-nya belum ada untuk case ini; apakah orang-orang merasa mendapatkan manfaatnya? Karena kita perlu kerja sama dan ga akan bisa sendirian. 

4. Agenda - Kalau sudah selesai, agenda apa yang mau dia tinggalin, jika orang bisa dapet informasi dari dia, dia akhirnya menjadi bagian dari agenda apa? Dia perlu menetapkan dulu, tidak bisa ditemukan dalam konsep, dalam hal ini, GA BISA KONSEP DOANG, HARUS DIALAMI, LAKUKAN, DAN RASAKAN LANGSUNG. 

Kita pun menjadi bingung di antara pilihan PASSION or DUIT, namun Mas Ivan dengan brilian membawa kita ke dalam satu pemahaman baru, check it out! Kita TERLALU sering terjebak di TIRANI "OR"; kerjain yang biasa dan kita ga suka, tapi ngehasilin duit OR kerjain apa yang kita suka/passion kita, tapi belum tentu cukup untuk menghidupi kita. 

Mengapa kita tidak menggunakan the advantage of AND despite of OR? Kalau kita bener-bener lihat ke dalam diri kita, bukan ga mungkin lho kedua hal itu kita jalanin barengan; ada hal-hal yang harus kita kurangin agar kita bisa lakuin hal yang baru. Pertanyaannya: Apa yang kita mau kurangin? Ex: nonton sinetron apa? lunch gibah diganti jadi apa? Sebenarnya, ada hal yang bisa dikurangi/dieliminasi sehingga kita bisa punya waktu di hari kerja bahkan di hari bukan hari kerja untuk improve diri kita. 

Empat parameter di atas dapat menjadi hal/acuan yang bisa kita lakukan agar kita bisa semakin dekat dengan diri kita, sehingga saat kita ada di persimpangan/opsi, TIDAK AKAN susah bagi kita untuk tahu ini panggilan atau godaan. Kita perlu mengalami langsung, ga bisa pakai konsep/sekedar tulisan; kita harus mengasah keterampilan kita dan paling penting kita harus merasakan langsung! 

Nah, balik lagi ke case Mr X di atas; sebenarnya X ga perlu berhenti, tapi dia bisa curi-curi waktu untuk merasakan/mengalami langsung apa yang dia suka itu. Awalnya fokus 100% kerjaan, trus bagi jadi 90% - 10% untuk improve diri, lama-lama ambil cuti untuk mempertajam skill dia, maybe in the end setelah settle, dia bisa quit dan 100% jalanin passion dia? Who knows?

Yang mahal adalah saat mengalami dia harus benar-benar/sungguh-sungguh mengalami, bukan setengah-setengah, harus put effort, gagal-coba metode lain, coba meet audience lain, harus benar-benar mengenal kita, karena apa pun yang kita lakukan dengan sungguh-sungguh dan apapun hasilnya, ketika kita flashback ke tempat yang lama, bisa aja kita jadi lebih mengapresiasi tempat lama kita. Yang aku tangkep di case ini adalah Mr X yang ga tahan sama lingkungan kerjanya, bahwa sejelek-jeleknya/sebenci-bencinya X sama tempat/kondisinya sekarang, masa sih ga ada hal positif yang bisa X ambil?

Mas Ivan said this, kadang kita ga suka lihat tempat kita sekarang karena kita belum pernah lihat tempat yang lain, pas kita uda lihat yang lain belum tentu suka yang lain, siapa tau malah lebih menghargai apa yang kita dapatkan. Cari alasan untuk stay daripada quit, tanya dulu tetangga untuk benchmark. Saat kita melakukan sesuatu harus sungguh-sungguh, ga bisa menggambarkan 1 ketidaksukaan menjadi seluruh ketidaksukaan. Apakah kita sudah bersungguh-sungguh dengan kesukaan kita yang lain, bukan sibuk dengan yang kita ga suka? Explore 1 paket tentang kerjaan kita sekarang.
Saturday, January 2, 2021

6 Pelajaran Kehidupan dari Film Soul

Happy New Year 2021 semuanya! Harapanku ga muluk-muluk untuk tahun ini, semoga balada COVID19 segera berlalu dan kita semua terus diberikan kesehatan dan kekuatan untuk menjalani tahun ini! Nah, untuk mengawali tahun 2021 ini, aku mau sharing sedikit tentang salah satu film Disney yang uda masuk bucketlist aku, yang termasuk aku nantikan penayangannya - SOUL. Berhubung pandemic, bioskop pun ikutan libur, kalopun buka, aku belum berani juga sih, too risky. 

Mengapa animasi? Mungkin ada yang berpikir ga menarik karena seperti film anak-anak, tapi aku emang suka sama karya-karya Disney dan Pixar. Pertama, karya mereka selalu berkesan dan ninggalin meaning di setiap film yang dibuat alias ga kaleng-kaleng, kamu akan selalu belajar sesuatu dari setiap film yang mereka buat. Kedua, dulu pernah kuliah dan ambil peminatan animasi, pernah ngerasain buat motion dari karakter diem sampe gerak 1 kaki (ya Lord, panjang bener langkahnya), karena tau susahnya mungkin aku jadi ikut ngerti dan menghargai seninya buat film animasi.

Well, coba sebutin film animasi apa yang berkesan buat kamu? Let me refresh - UP, Wall-E, Zootopia, dan Inside Out adalah salah 4 dari banyak karya mereka yang aku nikmatin sekaligus juga ikut ngebayangin susahnya buat animasi itu T.T

Nah, kali ini aku mau bahas tentang film SOUL yang baru aja dirilis untuk menyambut Natal, lagi-lagi as usual filmnya ga pernah lewat gitu aja, selalu ada hal baru tentang kehidupan yang bisa kamu pelajari. Kalau kamu belum nonton, better nonton dulu, baru balik ke sini untuk remind kembali tentang gregetnya si SOUL karena isinya mengandung SPOILER!

Sebelum share tentang apa yang aku dapetin dari film ini, izinkan aku share sedikit tentang latar belakang tokohnya biar kalian ga bingung bacanya. Kisah ini dimulai dengan Joe Gardner, seorang pianis jazz yang bercita-cita menjadi seorang musisi. Sayangnya, dia tidak menjalani apa yang dia suka dan malah menghabiskan waktunya sebagai guru musik di sebuah sekolah. 

Ketika sedang mengajar, dia dipanggil keluar kelas dan diberitahukan bahwa dia akan menjadi guru tetap dengan kenaikan gaji, pesangon, dan asuransi sebagai pegawai tetap tentunya. Nah, logikanya siapa pun akan bahagia ketika mendengar berita itu, namun dia malah terdiam. Lain halnya ketika dia mampir ke toko ibunya, ibu dan teman-temannya girang setengah mati, "Akhirnya kamu mendapatkan pekerjaan tetap, Nak!" ucap ibunya.

Joe pun bingung karena dia tahu ini bukan passion-nya, ibunya pun mengancam Joe untuk tidak menolak kesempatan emas ini. Di tengah kebimbangan, dia mendapatkan telepon dari kenalannya yang memintanya untuk audisi menggantikan posisi pianis sebuah band kuartet pimpinan pemain saxophone Dorothe Williams (Anglea Basset). Joe pun loncat kegirangan! "Oh my God! My dream will come true! I have to make it happen no matter what!". Mungkin kurleb kayak gitu kalo aku boleh bayangin excitednya dia!

Di jalan ketika dia lagi happy-happy nya, dia gak sadar ada lubang di jalan dan dia gak sengaja terjatuh ke dalamnya. Ketika dia bangun, dia terkejut menyadari bahwa dia sedang berjalan menuju cahaya yang sangat besar, setelah dia bertanya kepada makhluk sekitarnya, dia sedang berada di Great After dan akan segera menuju ke alam berikutnya. Dia ternyata sudah meninggal! Dia tidak bisa menerimanya karena dia ingat bahwa nanti malam dia harus tampil sebagai pianis jazz. Dia pun kabur dan masuk ke Great Before; sebuah tempat di mana para jiwa akan dibentuk kepribadiannya sebelum masuk ke bumi. Secara tidak sengaja, dia pun terpilih sebagai mentor untuk 22 yang harus menemukan "spark" agar mendapatkan tiket ke Bumi.

22 adalah jiwa yang rebel, insecure, dan merasa tidak perlu untuk ke Bumi karena sudah nyaman dan cukup dengan menjadi jiwa saja. Hm.. Joe pun semakin semangat untuk membantu 22 mendapatkan "spark" agar tiket ke Bumi dapat digunakan olehnya. Aha! Di sini lah pertemanan antara "yang tidak boleh namun ingin mendapatkan" vs "yang punya kesempatan namun tidak mau mengambil" dimulai! Pada posting-an kali ini, aku mau share 6 ilmu kehidupan yang aku pelajari dari film SOUL. Take your time and enjoy reading!

1. Don't be The Lost Souls!
Dalam satu scene ketika Joe dan 22 sedang bersama Moonwind untuk mendapatkan jalur singkat ke bumi secara ilegal, mereka menjumpai banyaknya Lost Souls dalam perjalanan mereka. Dijelaskan bahwa Lost Souls adalah mereka yang terobsesi dengan sesuatu hingga tidak bisa lepas atau jiwa yang telah terjebak dalam rutinitas mereka.

Sekilas kepikiran, asli serem banget kalau kita uda terbiasa sama rutinitas, namun tenggelam karena uda pasrah dan ga tau mau apa lagi, jadi akan jalani hidup gitu gitu terus, yang penting masih bisa kerja, makan, jalan, cukup aja sampai di sini. Bisa juga berakibat depresi karena lama-lama merasa diri ga berguna dan hidup gitu-gitu aja. Gak heran bunuh diri terus meningkat karena tingginya rasa insecure mereka.

Poin ini bantu mengingatkan kita kalau kita ngerasa hidup uda ga asik lagi dan monoton, look inside, know yourself, and explore more! Nanti di masa tua, akan lebih nyesel sama apa yang ga kita lakuin dibandingkan apa yang kita lakuin tapi ga berhasil, at least ada pengalaman "pernah mencoba"! I hope we don't belong to the lost souls!

2. Never look down on people
Tanpa disadari, Joe dan 22 saling merendahkan hidup satu sama lain. 22 merendahkan Joe ketika dia melihat flashback hidupnya yang monoton, penuh dengan kesuraman dan kesendirian, dan tidak berwarna. Sedangkan Joe juga merendahkan 22 bahwa dia tidak akan berhasil di Bumi karena anaknya rebel dan dia bahkan tidak dapat menemukan "spark" nya.

Ketika aku menonton film ini, aku menyadari bahwa masing-masing mereka merasa bahwa keduanya sama hebatnya bagi masing-masing. Joe merasa dia yang paling pantas kembali ke Bumi karena dia selangkah lebih dekat dengan cita-citanya menjadi pianis jazz, sedangkan 22 merasa hidup sebagai jiwa tanpa perlu menjadi manusia adalah yang terbaik karena dia tidak perlu pusing tentang rumitnya kehidupan manusia. Kebanggaan tersebut membuat mereka terjebak dalam diri masing-masing, merasa diri paling benar dan layak!

Seiring dengan berjalannya film, mereka pun dibuat mengerti bahwa semua impian sama pentingnya bagi masing-masing karena ada tujuan/rasa syukur yang hendak dicapai.

Tuesday, December 29, 2020

8 Pelajaran Bisnis dari Drama Korea Itaewon Class

Hai, how's your day? Semoga tetap sehat dan semangat di tengah COVID-19 ini ya! Kalo kemarin aku sempet sharing tentang nilai kehidupan yang bisa kita ambil dari drakor Itaewon Class yang aku bagi jadi 2 part, part 1 bisa kalian baca di sini, part 2 bisa kalian baca di sini. Nah, postingan kali ini adalah yang terakhir tentang Itaewon Class, tapi spesial mau ngebahas tentang pelajaran kehidupan ketika menjalankan bisnis ala Itaewon Class! Nah kalian bisa liat jeda waktu antara tulisan terakhirku di bulan Juni dengan yang terbaru ini, haha.. itu kenapa aku selalu bilang kalo nulis itu butuh konsistensi di tengah gempuran badai kehidupan. Baiklah, tanpa berlama-lama lagi, selamat membaca ya guys! ^^

1. Menu andalan
Di dalam drakor ini, ketika Jo Yi Seo - si bocah petakilan yang menawarkan diri sebagai manager pub DanBam diizinkan oleh Park Sae Ro Yi memberikan kritik terkait bisnis yang baru dimulainya ini. Dengan gayanya yang nyablak, doi mengkritik terkait menu andalan yang tidak dimiliki. "Harus ada signature dish dari pub ini biar orang tau mengapa mereka harus datang lagi ke sini!". Ga cuma pub yang mejeng di Itaewon (ngandelin jalan yang emang uda hype banget sama anak muda), tapi harus ada kebanggaan DanBam yang dijual.

2. Cita rasa
Jo Yi Seo mencoba makanan yang dimasak oleh Ma Hyun Yi yang dianggapnya sebagai salah satu yang terbaik, ketika dihidangkan Jo Yi Seo langsung memberikan kritik pedas lantaran cita rasa yang biasa. Menarik dari hal ini ketika Jo Yi Seo bertekad bulat untuk memecatnya dan menggantikan dengan chef yang lebih baik, Park Sae Ro Yi dengan ke-idealisme-annya malah memberikan gaji 2x lipat lebih banyak kepada Ma Hyun Yi dan mengatakan bahwa dia percaya kalo Ma Hyun Yi pasti mampu menghasilkan makanan dengan cita rasa wow. Ma Hyun Yi pun tidak menyia-nyiakan kesempatan dan terus berlatih. Well, we all know that practice makes perfect, the rest is history!

3. Penyajian makanan
Jo Yi Seo yang emang pedes mulutnya (haha!) juga ikut mengomentari cara Choi Seung Kwon menyajikan makanan kepada pelanggan. Dia menyentuh bagian dalam piring berisi makanan dengan jarinya, simple thing but matters the most! Makanan yang sudah dimasak dengan cita rasa sempurna juga harus dihidangkan kepada pelanggan secara higienis dan tidak asal-asalan. 

4. Dekorasi
Selain itu, dekorasi juga menjadi bagian penting di dalam bisnis, awal dekorasi DanBam sangat gelap dan tidak menarik, seperti tidak ada hawa kegembiraan di dalamnya. Setelah dilakukan dekorasi dengan sentuhan Jo Yi Seo (lampu-lampu dengan botol sojunya, pub pun berubah menjadi lebih terang, kekinian, dan bernuansa anak muda.